= Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya =
"Kalo bukang torang, kong sapa dang?"
Berbeda dengan artikel-artikel (tulisan-tulisan) sebelumnya di ChAPblog, yang biasanya memuat artikel dengan Bahasa Inggris atau artikel
Bahasa Indonesia yang bersumber dari suatu situs atau artikel lainnya yang kemudian saya sunting atau artikel saya sendiri. Kali ini, saya akan menulis
artikel dengan Bahasa Indonesia bahkan menggunakan Bahasa Melayu Manado atau
campuran dari keduanya (kenapa?)
"Karena artikel
kali ini, ditulis dan didedikasikan kepada seluruh masyarakat terlebih khusus Generasi muda: Generasi
Penerus Bangsa saat ini di Bumi Indonesia khususnya di Daerah Sulawesi Utara bahkan di Tanah Toar Lumimu'ut, Tanah Minahasa tercinta lebih tepatnya di Tondano di tanah tempat
saya berada"
Artikel ini saya tulis
sebagai bentuk dan bukti partisipasi dan suatu wujud kepedulian terhadap Seni Budaya Bangsa kita yang saat ini mengalami banyak ancaman baik dari luar maupun dari dalam. Saya mewakili teman-teman Generasi muda sebagai tumpuan dan harapan bangsa di
Provinsi Sulawesi Utara yang tercinta ini, yang membuktikan bahwa kami juga dapat
memberikan yang terbaik dengan bentuk yang berbeda, inovatif, dan kreatif
seperti menulis artikel ini. Artikel ini juga dibuat sebagai bentuk
partisipasi dalam Lomba Blog yang diselenggarakan oleh Yayasan
Institut Seni Budaya Sulut bersama komunitas blogger dan komunitas
Adat Seni Budaya Minahasa yang
bekerja sama dengan: Kawanua Blogger (www.kawanuablogger.com), Mawale Movement,
Waraney Wuaya (https://www.facebook.com/groups/196945797063359/)
Perkenankan saya untuk mengulas, membahas, memaparkan artikel
ini yang mengenai "Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya: "Kalo bukang torang, kong sapa dang?".
Sebetulnya, kalo mo bicara tentang budaya akan menjadi pembahasan yang sangat panjang, lebar, serta rumit namun sangatlah menarik. Sebab jika bicara tentang BUDAYA merupakan sesuatu yang kompleks yang sangat erat kaitannya dengan KEHIDUPAN. (Kiapa bagitu ?) karena:
“kehidupan menghasilkan suatu budaya,dan budaya adalah yang menghidupkan"
Membaca ungkapan ini,
mungkin akan terlintas tentang slogan dari Om Sam (Dr. G. S. S. J. Ratulangi)
tentang "SI TOU TIMOU TOU" [Ndei toro tumongko
Tou]. Eits nda usah tambah-tambah! Sapa lei kwa tu ada tamba ini? Jangan
bilang kalu Alo. (cuma baku sedu). Itu slogan terus
dibudayakan sampai saat ini dan menjadi motto torang pe daerah "Sulawesi
Utara" tercinta, yang depe arti.
Manusia (Orang) hidup untuk menghidupi / mendidik / menjadi berkat untuk Manusia (Orang) lain.
Sungguh pemikiran yang dahsyat, logis namun puitis dari Om Sam sebagai Gubernur Sulawesi Utara pertama. (Ada yang tahu so Gubernur ke berapa Sulut sekarang?) Saat ini Gubernur Sulut sudah yang ke-14 dan Prov. Sulawesi Utara saat ini sudah berumur 48 tahun sesuai dengan UU 13/1964 dengan 14 Agustus 1959 sebagai hari jadinya. Berikut ini, para Pemimpin (Gubernur) Sulut yang so menghiasi perkembangan di Sulawesi Utara.
1. Dr. G. S. S. J.
Ratulagi
2. Arnold Achmad
Baramuli
3. F. J. Tumbelaka
4. Soenandar
Prijosoedarmo
5. Abdullah Amu
6. Hein Victor Worang
7. Willy Lasut
8. Eman Hari Rustaman
9. Gustav Hendrik Mantik
10. Cornelis John
Rantung
11. Evert Ernst
Mangiindaan
12. Adolf Jouke Sondakh
13. Lucky Harry Korah
14. Sinyo Harry sarundajang
Kembali ke Laptop!
Bicara budaya Sulawesi
Utara, akan timbul banyak aspek, yang akan dijelaskan/dipaparkan seperti di bawah
ini:
1. Tarian tradisional, = Maengket, Cakalele, Lenso, Tatengesan, Nyiur Melambai, Tarian Kabasaran/tarian perang, ada juga tari hasil penggabungan
kebudayaan lokal dan tradisional yaitu Tari Katrili, dll
a.)
Maengket adalah
paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang
terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian
bahkan melihat maengket sebagai satu bentuk khas seni berpadu opera.
Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang
tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket
sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama
menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa, maengket hanya
dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana,
maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tarinya
tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.
Maengket
terdiri dari 3 babak, yaitu :
-
Maowey Kamberu
-
Marambak
-
Lalayaan.
Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan
pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian
terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak. Marambak adalah tarian dengan
semangat kegotong-royongan (mapalus), rakyat Minahasa bantu membantu
membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah
baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah
baru dan semua masyarakat kampung diundang dalam pengucapan syukur. Lalayaan
adalah tari yang dilakukan saat bulan purnama Mahatambulelenen, para muda-mudi
melangsungkan acara Makaria’an - mencari teman hidup.
b.) Kabasaran adalah
tarian perang dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Tarian
ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari
kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang
ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan /
atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong,Tambur atau Kolintang disebut
“Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan
meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan
tarian Cakalele dari Maluku.
Kata Kawasalan ini kemudian berkembang
menjadi "Kabasaran" yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal ni
Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian”
adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa.
Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B”
sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki
keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya
menjadi tarian penjemput bagi para pembesar-pembesar.
Pada zaman dahulu para penari Kabasaran,
hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan
sehari-harinya mereka adalah petani dan rakyat biasa. Apabila Minahasa berada
dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi Waraney. (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kabasaran)
c.)
Tari Katrili merupakan
salah satu kesenian dari Minahasa. Menurut sejarahnya, tarian ini dibawa oleh
bangsa Spanyol ketika menjajah bumi Minahasa beberapa tahun silam. Kisahnya, pada
waktu bangsa Spanyol itu datang dengan maksud untuk membeli hasil bumi yang ada
di Tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka menari-nari
tarian katrili sebagai ekspresi kegembiraan. Lama-kelamaan mereka
mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka didalam
menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian
ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta perkawinan di tanah
Minahasa. Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil
bumi yang dibeli di Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat
Minahasa pada umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya
kerakyatan.
[Foto telah dihapus]
2. Pakaian adat, =
[Foto telah dihapus]
Foto ini diambil saat saya SMP dan sedang mengikuti lomba Story
Telling di DIKPORA Prov. SULUT (saya akan coba
mengupload video dari gambar ini)
3. Bangunan/rumah adat, = Rumah panggung
4. Situs bersejarah sebagai tempat wisata yang menjadi ikon Budaya Sulawesi Utara = Watu Pinawetengan, Waruga, Bukit Kasih (The
Hill of Bless), Makam-makam Pahlawan, Loji, dll.
[Foto telah dihapus]
5. Alat musik / jenis musik, = alat musik kolintang, musik bambu, dll.
Kolintang merupakan alat musik khas dari Sulawesi Utara yang
mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi
yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah seperti
kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak
ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk
garis-garis sejajar).
Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada
tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk
mengajak orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang"
dengan ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul
nama "KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain.
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu
yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di
tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu kedua
kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan
tali seperti arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator
dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (th.1830). Pada saat itu,
konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun
pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat
Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah
para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa,
eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali
selama ± 100th.
Sesudah Perang Dunia II, barulah kolintang muncul kembali yang
dipelopori oleh Nelwan Katuuk (seorang yang menyusun nada kolintang menurut
susunan nada musik universal). Pada mulanya hanya terdiri dari satu Melody
dengan susunan nada diatonis, dengan jarak nada 2 oktaf, dan sebagai pengiring
dipakai alat-alat "string" seperti gitar, ukulele dan stringbas.
Tahun 1954 kolintang sudah dibuat 2 ½ oktaf (masih diatonis). Pada tahun 1960
sudah mencapai 3 ½ oktaf dengan nada 1 kruis, naturel, dan 1 mol. Dasar nada
masih terbatas pada tiga kunci (Naturel, 1 mol, dan 1 kruis) dengan jarak nada
4 ½ oktaf dari F s./d. C. Dan pengembangan musik kolintang tetap berlangsung
baik kualitas alat, perluasan jarak nada, bentuk peti resonator (untuk
memperbaiki suara), maupun penampilan. Saat ini Kolintang yang dibuat sudah
mencapai 6 (enam) oktaf dengan chromatisch penuh. (dikutip dari http://kolintang.page.tl/Sejarah-Kolintang.htm)
6. Bahasa, ada
juga Budaya Sulawesi Utara yang saat ini sudah terancam punah. Mengutip
dari suaramerdeka.com dikatakan ada 18 bahasa di Sulawesi Utara
terancam punah. Bahasa daerah tersebut, antara lain: Bahasa Tonsea, Bahasa
Toulour, Bahasa Tombulu, Bahasa Tountemboan, Bahasa Mongondow, Bahasa Sangihe, dll.
Menurut Guru Besar Fakultas
Bahasa dan Seni (FBS) UNIMA, ia mengatakan dalam artikel tersebut ada beberapa
faktor yang membuat bahasa daerah itu kurang dikuasai generasi muda, antara
lain adanya pandangan di kalangan masyarakat, bahwa dengan berbicara
menggunakan bahasa asing membuat kelihatan lebih modern dari pada menggunakan
bahasa daerah.
Menurut saya ungkapan ini
sangatlah benar. Kembali dalam artikel, dikatakan bahwa untuk melestarikan
belasan bahasa daerah itu, maka telah diusulkan kepada Dinas Pendidikan
Nasional di Provinsi Sulawesi Utara, untuk memasukkan bahasa daerah sebagai
muatan lokal dalam mata pelajaran. Usulan itu telah ditanggapi dengan
adanya sejumlah sekolah yang memasukkan bahasa daerah sebagai salah satu mata
pelajaran untuk diajarkan kepada para siswa. Dikutip dari:
(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2008/05/20/6183/18-Bahasa-Daerah-Sulut-Terancam-Punah)
7.
Makanan khas, makan khas yang dimaksudkan seperti icon
Sulawesi Utara yaitu Bubur Manado yang dikenal dengan banyak
istilah yaitu Tinutuan atau Midal. Depe cara mo beking:
8.
Ada budaya yang so dari dulu ada dan unik, selain dari budaya di atas:
·
Budaya mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa
dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau
gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar.
Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di
Minahasa
·
Perayaan tulude.
Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir
bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana
ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat
yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta
pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru
·
Festival figura.
Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik.
Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak
dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian
yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku
tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok
dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura
diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan tulude yang
dilaksanakan oleh masyarakat sangihe.
·
Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin
dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini
dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong
badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan
jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika
·
Pengucapan syukur.
Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur
atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur
dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk
mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara
pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa
pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan
syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan
datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol. Di luar
negeri, budaya seperti juga dilaksanakan namun dengan cara yang berbeda.
Budayanya dikenal dengan istilah Thanks
Giving.
Aspek / jenis / bentuk di
atas hanyalah sebagian dari berbagai budaya dan seni yang ada di Sulawesi
Utara. Setelah melihat aspek / jenis / bentuk di atas, kita dapat menyimpulkan
bahwa sangatlah banyak hal atau kegiatan yang dapat torang lakukan sebagai
Generasi Muda : Generasi Penerus Bangsa di Indonesia terlebih khusus di Sulawesi
Utara bahkan tanah Toar Lumimu’ut yang wajib untuk mewarisi dengan tujuan
melestarikan dan menjaganya.
Nah, saat ini perkembangan budaya di Sulawesi Utara sangat dipengaruhi
oleh masuknya budaya asing di Sulawesi Utara, khususnya di kota – kota besar yang menjadi pusat di daerah
Sulawesi Utara seperti Manado. Ada banyak budaya yang masuk dan langsung dapat
diterima oleh masyarakat Sulawesi Utara, tanpa berpikir bahwa budaya yang masuk
belum tentu berdampak baik di Sulawesi Utara. Ini membuktikan bahwa, masih
kurangnya pengawasan dari pemerintah dan masyarakat yang ada. Io toh?
Budaya yang masuk, (1)
seperti cara berpakaian (yang mengikuti budaya barat atau dikenal dengan
istilah westernisasi) (2) Tarian atau modern dance, (3) Budaya pergaulan
bebas, dan lain-lain.
Contoh dari cara berpakaian, kalu di barat berpakaian sesuai musim. Kalu di daerah eropa sana, karena dorang ada 4 musim (musim dingin/salju, musim panas, musim gugur, musim semi). Jadi katu kalu misalnya musim dingin, jadi pake pakaian yang agak tebal, kong kalu musim panas mengunakan pakaian yang agak tipis. Mar kalu di sini mo di mana yang penting gaya tetap ba pake tu baju yang kalu menurut dorang gaya yang mirip-mirip deng orang Bule pe ba pake. Padahal so nda betul kalu mo lia, kong merusak pemandangan, serta mangganggu orang yang melihat. (Sama deng itu satu tali, rok pende, deng depe kawan-kawan laeng.) Nda mo bilang apa, mar sekarang sedang (maaf) di tempat ibadah dorang kurang ja pake tu macam itu. Nah, budaya berpakaian yang rupa ini susah sekali mo kase ilang apa lei di Tondano. Sampe ada istilah dari orang "Tondano biar kalah nasi yang penting nda kalah aksi". Ini istilah merupakan istilah yang tidak membangun dan tidak berdasar yang mungkin dorang cuma ja for bakusedu mar istilah pasti timbul dari masyarakat Minahasa khususnya Tondano sendiri.
Hal seperti ini terjadi karena masyarakat Sulawesi Utara so kurang deng so nanda berpegang dan berpedoman pa itu Pancasila sebagai Ideologi bangsa dan sebagai filter (penyaring) serta itu moral deng norma-norma yang berlaku di Masyarakat. Apa lagi norma agama, faktanya saat ini banyak orang terlebih anak muda yang terjerumus dalam pergaulan yang salah dan berkontribusi degan hidup dengan hal-hal busu (sampah) yang nda baik dan dapat merusak moral anak-anak bangsa. Serta berdampak pda Budaya, yang akhirnya dilupakan. Seperti narkoba atau obata-obatan terlarang, seks bebas (free sex), miras, pornografi, tauran, judi, deng tu laeng-laeng. (drug)
Selanjutya, contoh kecil dari budaya asing yang masuk dalam bentuk tarian atau dance modern di saat ini adalah Shuffle dance, Break dance, Hip-Hop, Street dance, dan sebagainya. Hal yang menjadi permasalahan deng jadi pertanyaan di sini adalah:
Contoh dari cara berpakaian, kalu di barat berpakaian sesuai musim. Kalu di daerah eropa sana, karena dorang ada 4 musim (musim dingin/salju, musim panas, musim gugur, musim semi). Jadi katu kalu misalnya musim dingin, jadi pake pakaian yang agak tebal, kong kalu musim panas mengunakan pakaian yang agak tipis. Mar kalu di sini mo di mana yang penting gaya tetap ba pake tu baju yang kalu menurut dorang gaya yang mirip-mirip deng orang Bule pe ba pake. Padahal so nda betul kalu mo lia, kong merusak pemandangan, serta mangganggu orang yang melihat. (Sama deng itu satu tali, rok pende, deng depe kawan-kawan laeng.) Nda mo bilang apa, mar sekarang sedang (maaf) di tempat ibadah dorang kurang ja pake tu macam itu. Nah, budaya berpakaian yang rupa ini susah sekali mo kase ilang apa lei di Tondano. Sampe ada istilah dari orang "Tondano biar kalah nasi yang penting nda kalah aksi". Ini istilah merupakan istilah yang tidak membangun dan tidak berdasar yang mungkin dorang cuma ja for bakusedu mar istilah pasti timbul dari masyarakat Minahasa khususnya Tondano sendiri.
Hal seperti ini terjadi karena masyarakat Sulawesi Utara so kurang deng so nanda berpegang dan berpedoman pa itu Pancasila sebagai Ideologi bangsa dan sebagai filter (penyaring) serta itu moral deng norma-norma yang berlaku di Masyarakat. Apa lagi norma agama, faktanya saat ini banyak orang terlebih anak muda yang terjerumus dalam pergaulan yang salah dan berkontribusi degan hidup dengan hal-hal busu (sampah) yang nda baik dan dapat merusak moral anak-anak bangsa. Serta berdampak pda Budaya, yang akhirnya dilupakan. Seperti narkoba atau obata-obatan terlarang, seks bebas (free sex), miras, pornografi, tauran, judi, deng tu laeng-laeng. (drug)
Selanjutya, contoh kecil dari budaya asing yang masuk dalam bentuk tarian atau dance modern di saat ini adalah Shuffle dance, Break dance, Hip-Hop, Street dance, dan sebagainya. Hal yang menjadi permasalahan deng jadi pertanyaan di sini adalah:
“Kalu samua kurang tahu
dance modern (Shuffle dance, Break dance, Hip-Hop, Street dance) kong sapa dang yang mo ba cakalele,
maengket, katrili, tari lenso, dll. Jangan heran kalu sebantar kurang Bule asal
Australia yang biasa datang di Bunaken kong ba ba taria ada menari Cakalele di
Jalan Boulevard Manado. Kong dorang yang mo kase ajar pa torang. Bagimana lei
komang itu? Apa kata dunia?
Nah, jangan sampe torang pe budaya nantinya diakui oleh negara lain, apa lagi negara tetangga yang sering bermasalah deng torang. Sama deng Malayasia dengan negara kawasan Asia Tenggara laeng. Cuma karena torang lupa dengan torang per Budaya ini yang seharusnya menjadi pedoman serta menjadi ikon pariwisata Sulawesi Utara. Sehingga lebih dikenal di daerah luar bahkan dunia Internasional.
Nah, jangan sampe torang pe budaya nantinya diakui oleh negara lain, apa lagi negara tetangga yang sering bermasalah deng torang. Sama deng Malayasia dengan negara kawasan Asia Tenggara laeng. Cuma karena torang lupa dengan torang per Budaya ini yang seharusnya menjadi pedoman serta menjadi ikon pariwisata Sulawesi Utara. Sehingga lebih dikenal di daerah luar bahkan dunia Internasional.
Jadi apa torang pe
pilihan sekarang? Torang samua so boleh mo kase ilang itu (1) Budaya malo Berbudaya, (2) budaya baku cungkel, (3) budaya baku pukul, (5) budaya bagate (bamabo) (6) Budaya Korupsi, wo se tu lang-laeng. (so ja ba
bahasa ini no). Pokoknya samua budaya/kegiatan yang nda bagus yang so jadi kebiasaan, so boleh kase ilang! (Ba inga itu torang pe masa depan, masa depan Indonesia khususnya daerah Sulawesi Utara, deng masa depan anak cucu)
Dapa inga pa Polda Sulut
pe Slogan saat ini. “Gerakan Anti Mabuk: Brenti jo Bagate”. Kalo torang “Brenti jo tu Budaya malo Berbudaya: Karena kalo bukang torang, kong sapa dang”
Kong inga! Dukung trus itu
program-program pemerintah di Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara. Mo dia ke di
Manado kota Pariwisata dunia, Tomohon kota bunga, Bitung kota adipura, deng Tondano
kota mati. (Bukang katu! Cuma bakusedu) Ini istilah nentau muncul dari mana,
mar paling muncul dari orang Tondano sandiri. (Kita lei orang Tondano, jadi
kita tahu Tondano itu bagimana). Saat ini kita selaku masyarakat Minahasa (khususnya Tondano), mewakili seluruh elemen rakyat dari Opa/Oma sampe ade-ade berharap mudah-mudahan
yang nanti mo terpilih sebagai Bupati deng Wakil Bupati Minahasa periode 2013-2018 sanggup merubah wajah Minahasa menjadi baru dan semakin maju, serta dapat memberikan yang terbaik for tanah Minahasa tercinta. Amin
Lestarikan trus
itu Budaya Sulawesi Utara sesuai deng itu tema dari “Yayasan
Institut Seni Budaya Sulut bersama komunitas blogger dan komunitas
Adat Seni Budaya Minahasa” yaitu:
= Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya =
"Kalo bukang torang, kong sapa dang?"
________________________________________________________
Di bawah ini ada beberapa lomba yang pernah saya ikuti dan berhubungan dengan Budaya dan Seni di Sulawesi Utara dan menurut saya, wajib untuk terus dilaksanakan dan dikembangkan.
Di bawah ini ada beberapa lomba yang pernah saya ikuti dan berhubungan dengan Budaya dan Seni di Sulawesi Utara dan menurut saya, wajib untuk terus dilaksanakan dan dikembangkan.
Ini ada foto saya mengikuti lomba Story Telling. Dalam lomba ini saya menggunakan pakaian Adat Sulawesi Utara dan pakaian kedua yaitu pakaian seorang petani sesuai dengan cerita yang saya bawakan. Saya membawakan 2 buah cerita yang pertama (1) “The Legend of Lake Tondano” dan kedua (2) “The Golden Tree”. Kedua cerita/dongeng tersebut dibawakan dalam Bahasa Inggris sesuai dengan Lomba yang ada”
“The Legend of Lake Tondano” adalah cerita legenda masyarakat yang
menceritakan tentang kisah terbentuknya Danau Tondano di Minahasa. Kebetulan
dalam lomba tersebut hanya saya yang menggunakan pakaian adat Sulawesi Utara
untuk siswa laki-laki. Siswa lain menggunakan kostum lain sesuai dangan cerita
yang mereka bawakan, yang pada umunya adalah cerita hewan/binatang atau fabel.)
Yang
ingin saya sampaikan, kegiatan seperti ini juga merupakan kegiatan yang dapat terus
dikembangkan oleh kita semua. Karena kalu bukang torang kong sapa dang? dalam upaya menjaga kelestarian Budaya Sulawesi Utara.
Ini merupakan foto pada saat saya mengikuti lomba bahasa daerah yang diselenggarakan oleh KCSU
(Komunitas Cinta Sulawesi Utara) yang bertujuan menjaga dan melestarikan Budaya Minahasa dalam bentuk Bahasa Daerah (baik Toulour, Toutemboan, Tombulu, dll). Dalam
lomba ini saya mendapat juara dua. Lomba ini juga dapat terus dikembangkan dan kiranya dapat menjadi dasar pemikiran dari pemerintah sebagai bentuk program demi menjaga kelestarian budaya Sulawesi Utara.
Foto
Semoga artikel “Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya: Kalo bukang torang, kong sapa dang?" dapat bermanfaat for torang samua, karena torang samua basudara.
Taruma kase laker (Terima Kasih).
Salam Blogger! Salam Kawanua! Salam ChAPblog!
_________________________________________________
==================================
Berikut ini adalah beberapa referensi sebagai sumber dari artikel “Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya: Kalo bukang torang, kong sapa dang? saya kali ini:
- http://www.senibudayakita.com
- http://id.wikipedia.org
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Utara
- http://www.liburania.org/s/sejarah-cakalele
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kabasaran
- http://kolintang.page.tl/Sejarah-Kolintang.htm
- (http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2008/05/20/6183/18-Bahasa-Daerah-Sulut-Terancam-Punah)
- http://bacary.com/forum/thread/1238/pahlawan-nasional-asal-sulawesi-utara/post_0/
- http://www.senibudayakita.com/blog/2012/11/20/tinutuan/
- http://www.seputarsulut.com/kebudayaan-di-sulawesi-utara/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar