Budaya dan stigma masyarakat menjadi salah satu penyebab tingginya angka pernikahan dini di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Para perempuan yang belum menikah hingga usia 20 tahun mendapat dicap sebagai perawan tua. Bagi masyarakat Kalsel ada stigma “balu anum daripada bujang tuha” yang artinya lebih baik jadi janda muda daripada perawan tua.
Menurut Duta Mahasiswa Genre tingkat
Nasional 2012 Shauqi Maulana, budaya dan stigma itulah yang menyebabkan
angka pernikahan dini di Kalsel menduduki peringkat pertama di
Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, persentase angka
pernikahan pada usia 10-14 tahun di Kalsel sebesar 9,0 persen,
sedangkan pada usia 15-19 tahun sebanyak 48,4 persen.
“Wanita berusia 20 tahun yang belum
menika disebut perawan tua, bahkan dianggap sebagai “binian sisa” atau
perempuan sisa. Sehingga orangtua juga merasa malu kalau anak
perempuannya belum menikah,” kata Shauqi dalam seminar tentang remaja
dalam rangkaian Peringatan Hari Keluarga XX Tingkat Nasional di Hotel
Azahra, Kendari, Sultra, Rabu (26/6).
Faktor lainnya, yang menyebakan
meningkatnya pernikahan dini adalah faktor ekonomi dan agama. Dengan
alasan terhimpit masalah ekonomi keluarga, maka anak gadisnya
dinikahkan dengan saudagar kaya raya. “Orangtua akan menanyakan kepada
calon menantunya, apakah dia punya sapi, berapa luas sawahnya. Jika kaya
diharapkan dapat membantu ekonomi keluarga. Selain itu menikah dianggap
sunah Rosul,” ujar Ugi panggilan akrab Shauqi.
Ugi yang sudah lulus dari Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin ini, aktif dalam menyosialisasikan
penundaan usia pekawinan (PUP) melalui kegiatan Genre. Menurutnya,
menikah dini juga mempunyai banyak risiko. Selain secara mental belum
matang, organ reproduksinya juga belum matang. Sehingga sering muncul
kekerasan dalam rumah tangga.
Perempuan yang menikah dini di usia
10-14 tahun, memiliki risiko 5 kali lebih besar mengalami kematian saat
melahirkan. Pada remaja usia 15-20 tahun, risikonya 2 kali lipat. Belum
matangnya organ reproduksi juga menyebabkan wanita yang menikah di usia
muda berisiko terhadap penyakit mengerikan, seperti kanker serviks,
kanker payudara, mioma dan kanker rahim.
Menurut Ugi, banyaknya perceraian di
usia muda dan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
berdasarkan riset, sebanyak 44 persen pelaku pernikahan dini mengalami
KDRT frekuensi tinggi, dan 56 persen mengalami KDRT frekuensi rendah.
“Dan hanya 0,02 persen pelaku pernikahan dini yang dapat melanjutkan
pendidikannya hingga perguruan tinggi.
Dengan adanya Genre (Generasi Berencana)
dan program Penundaan Usia Perkawinan (PUP), idealnya wanita menikah di
atas usia wanita 20 tahun dan pria 25 tahun. Usia tersebut dianggap
sudah baik dan matang untuk organ reproduksi wanita, melahirkan,
mengatur perekonomian dan keluarga.
Provinsi yang masuk dalam 10 besar
mempunyai angka pernikahan dini di Indonesia yaitu Kalimantan Selatan,
Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Banten, Jambi,
Bengkulu, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Papua.
Usai mendengar paparan dari Duta Genre
Mahasiswa 2012 itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Prof dr Fasli Jalal mengatakan, dirinya merasa ngeri,
adanya pernikahan dini di usia 10-14 tahun.”Ngeri ya sudah ada 9 persen
pernikahan di usia 10 tahun. Ini tidak bisa dianggap remeh. Kita harus
memperhatikan dan mencari cara untuk mengatasinya,” kata Fasli
didampingi Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemeberdayaan Keluarga Sudibyo
Alimoeso dan Deputi Pengendalian Penduduk Dr Wendy.
source: bkkbn.go.id (jakarta- bkkbn online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar